Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gorengan Laris, Uangnya Habis


Di sebuah gang kecil di pinggiran kota, ada seorang penjual gorengan yang terkenal. Namanya Pak Darto. Setiap pagi, sebelum matahari naik, dia sudah sibuk di dapur kecil rumahnya: mengulek bumbu, memotong tahu, mengiris kol untuk bakwan, dan mencampur adonan pisang goreng.

Sekitar pukul enam, gerobaknya sudah siap meluncur ke lokasi jualan di depan sebuah sekolah dasar. Asap mengepul dari wajan besar berisi minyak panas, mengundang siapa saja yang lewat untuk berhenti. Anak-anak sekolah, guru-guru, tukang ojek, bahkan ibu-ibu rumah tangga, semua mengantre beli gorengan Pak Darto.

"Gorengannya gurih, renyah, nggak pelit bumbu!" begitu kata pelanggan setia.

Setiap hari, dagangan Pak Darto hampir selalu habis sebelum Dzuhur. Kalau sedang ramai, dia bisa menghabiskan tiga kardus tempe dan dua kilo pisang. Pendapatannya bisa jutaan dalam sehari. Tapi anehnya, saat malam tiba dan dia menghitung uang, hasilnya selalu membuat kening berkerut.

"Kok tinggal segini, ya?" gumamnya suatu malam sambil menghitung lembaran uang recehan.


Bingung Sendiri: Laris Tapi Bokek

Awalnya Pak Darto tidak terlalu memikirkan. Yang penting dagangan habis. Tapi lama-lama dia sadar: sudah tiga tahun jualan, gorengan makin laris, tapi tidak ada kemajuan hidup.

Tabungan? Nol.
Utang ke warung sebelah? Masih ada.
Gerobak pun masih itu-itu saja, mulai keropos dan roda sering macet.

"Masak iya, laris terus tapi tetap miskin?" pikirnya dalam hati.


Awal Kesadaran

Sampai suatu malam, saat nongkrong di pos ronda, Pak Darto curhat ke tetangganya, Bu Sari, penjual nasi uduk yang dulunya pernah jadi bendahara koperasi.

"Saya heran Bu, dagangan selalu habis, tapi uangnya nggak pernah kelihatan."

Bu Sari cuma tersenyum sambil mengaduk kopi.

"Pak Darto pernah catat pemasukan-pengeluaran dagangan?"

"Belum sih, males nulis-nulis. Lagi pula, saya jualan aja udah capek."

"Nah itu masalahnya. Laris itu belum tentu untung. Bisa aja uangnya bocor sana-sini. Nggak kelihatan karena nggak dicatat."

Obrolan malam itu mengubah cara pandang Pak Darto. Esoknya, dia membeli buku tulis kecil dan sebuah dompet tambahan. Di sana dia mulai mencatat semua yang keluar dan masuk: minyak goreng, tepung, gas, plastik, bahkan uang receh parkir dan jajan anak.


Pahit Manis Realita

Minggu pertama mencatat, Pak Darto kaget.
Ternyata, uang yang keluar lebih besar dari yang masuk.
Setiap hari ada saja pengeluaran kecil:

  • Anak minta uang jajan Rp5.000
  • Beli rokok Rp10.000
  • Kasih tetangga pinjam Rp20.000
  • Jajan teh botol pas belanja bahan

Semua itu kelihatannya sepele, tapi setelah dijumlah, bisa habiskan ratusan ribu dalam seminggu.

Pak Darto juga sadar bahwa selama ini dia mencampur uang dagang dengan uang pribadi. Jadi ketika butuh bayar listrik, ambil dari dompet dagang. Saat istri minta beli beras, ambil dari hasil jualan. Padahal belum dihitung berapa modal dan keuntungannya.


Perubahan Dimulai

Dengan bimbingan Bu Sari, Pak Darto mulai membuat tiga dompet terpisah:

  1. Dompet Modal
  2. Dompet Keuntungan
  3. Dompet Pribadi

Setiap selesai jualan, dia hitung semua pemasukan, kurangi modal, dan sisihkan keuntungannya. Dia juga mulai menabung meskipun sedikit.
Tiap minggu dia review catatannya: mana pengeluaran yang bisa ditekan, dan berapa target tabungan.

Tak sampai tiga bulan, perubahan mulai terasa.

  • Dia bisa beli gerobak bekas yang lebih layak.
  • Tabungan mulai terkumpul untuk peralatan dapur baru.
  • Utang ke warung sebelah lunas.
  • Dan yang terpenting, dia tahu ke mana uangnya pergi.

Penutup: Bukan Soal Laris, Tapi Tahu Arah Uangnya

Kini, setiap kali pelanggan memuji gorengannya, Pak Darto tidak hanya bangga karena dagangannya enak. Tapi juga karena dia tahu: uang hasil kerja kerasnya benar-benar menjadi jalan menuju kehidupan yang lebih baik.

"Ternyata yang bikin hidup lebih enak itu bukan cuma dagangan yang laku," katanya suatu hari sambil tersenyum,
"Tapi juga catatan kecil yang ngasih tahu: ke mana sebenarnya uang itu pergi."


Catatan untuk Pembaca Blog

Cerita Pak Darto bukan sekadar fiksi. Ini gambaran nyata yang banyak terjadi di kalangan pelaku UMKM. Banyak usaha kecil yang sebenarnya laris, tapi tidak berkembang karena tidak punya sistem pencatatan keuangan yang rapi.

Ingat: Laris itu belum tentu untung.
Mulailah dari hal kecil: pisahkan uang pribadi dan usaha, serta biasakan mencatat pemasukan dan pengeluaran.

Kalau kamu butuh bantuan mengelola keuangan usahamu, banyak aplikasi dan layanan pendampingan UMKM yang bisa kamu manfaatkan — bahkan ada yang hanya Rp50 ribuan per bulan.

Mulailah dari mencatat. Karena dari catatan kecil, bisa lahir perubahan besar.


Mashasan.com

Teman belajar bukan sekedar jual aplikasi

Posting Komentar untuk "Gorengan Laris, Uangnya Habis"