Jadi Reseller, Sibuk Tapi Uangnya Nggak Ada
Di sebuah kota kecil bernama Sukausaha, tinggal seorang ibu rumah tangga bernama Maya, usia 32 tahun. Sejak anak keduanya mulai sekolah TK, Maya merasa punya lebih banyak waktu luang. Ia tak ingin hanya menghabiskan waktu scrolling media sosial dan menunggu sore.
Melihat banyak teman-temannya mulai jualan online, Maya pun tertarik. Ia memilih jadi reseller baju anak, karena menurutnya, pasar baju anak selalu ramai dan tidak musiman. Lagi pula, ia sendiri suka dandanin anaknya dan senang lihat-lihat katalog baju lucu.
Maya bergabung ke supplier terpercaya dari Bandung yang membuka peluang reseller tanpa stok. Mekanismenya cukup mudah: reseller tinggal posting gambar katalog dari supplier, lalu jika ada order, Maya tinggal mencatat, menerima pembayaran, dan mengirim detail pesanan ke supplier. Barang pun langsung dikirim dari gudang supplier ke alamat pembeli. Sistem ini dikenal sebagai reseller dropship.
Awalnya Ramai, Tapi Akhir Bulan Bingung
Dalam sebulan pertama, Maya cukup rajin. Ia konsisten upload 5–10 gambar per hari di WhatsApp Story dan grup emak-emak sekolah anak. Responsnya lumayan. Beberapa teman bahkan memesan lebih dari satu potong.
Setiap hari ada saja order masuk.
Namun, saat akhir bulan, Maya merasa aneh. Order banyak, tapi saldo rekening pribadi tetap saja kering. Bahkan untuk beli pulsa saja harus “nombok” dari uang belanja rumah.
Ia mulai bertanya-tanya, “Kok bisa, ya? Bukannya tiap hari laku terus?”
Ternyata… Maya Tidak Pernah Mencatat
Maya mengira semua sudah beres. Ia pikir, kalau baju dijual Rp85.000 dan harga dari supplier Rp75.000, maka ia untung Rp10.000 per potong. Tapi kenyataannya lebih rumit.
Setelah Maya mulai membuka-buka histori chat dan mutasi rekening, ternyata ada banyak hal yang ia abaikan:
Beberapa pembeli belum bayar tapi barang sudah dikirim.
Kadang ongkir ia bayarin dulu karena pembeli bilang, “nanti ganti bareng uang bajunya.” Tapi lupa ditagih.
Ada yang minta diskon karena teman dekat.
Ada juga yang pesan 2 potong tapi batal satu—dan ia sudah bayar ke supplier.
Dan satu yang paling sering: order via chat, tapi tidak dicatat.
Maya sadar bahwa dirinya sibuk, tapi tidak pernah mencatat. Ia juga tidak menghitung biaya-biaya kecil yang ternyata kalau dijumlah, cukup besar.
Titik Balik: Belajar Finansial dari YouTube
Dalam kegalauan, Maya iseng buka YouTube dan menemukan video berjudul:
“Kenapa Dagangan Laku Tapi Tetap Nggak Punya Uang?”
Dari situ, Maya mulai menyadari pentingnya mencatat semua transaksi usaha secara rapi.
Ia belajar:
Cara menghitung Harga Pokok Penjualan (HPP), termasuk biaya kirim, biaya admin transfer, pulsa internet, dan lain-lain.
Menentukan margin laba minimal 20–30%, agar usaha bisa berkembang.
Memisahkan rekening pribadi dan rekening usaha.
Membuat catatan order harian meskipun hanya lewat Google Sheet sederhana.
Mulai Berubah
Di bulan berikutnya, Maya mulai disiplin:
Setiap ada order, ia catat nama pembeli, jumlah, harga jual, ongkir, status bayar, dan nama produk.
Uang hasil penjualan tidak lagi dicampur dengan uang belanja rumah.
Ia membuat sistem: tidak ada pengiriman tanpa DP minimal 50%.
Ia mulai hitung biaya internet, listrik, dan waktu yang ia habiskan sebagai “gaji waktu”.
Hasilnya?
Dalam sebulan, Maya hanya menjual 25 potong baju—lebih sedikit dari bulan sebelumnya. Tapi kali ini ia bisa melihat hasil nyata:
Omzet: Rp2.125.000
HPP (termasuk biaya admin & ongkir): Rp1.525.000
Laba bersih: Rp600.000
Disisihkan untuk investasi kecil (tripod, kuota tambahan, dll): Rp150.000
Dan yang paling penting: Maya merasa tenang. Ia tahu ke mana uangnya pergi. Ia tahu bahwa usahanya menghasilkan, bukan hanya menyibukkan.
Penutup: Sibuk Itu Bukan Ukuran
Banyak pelaku usaha mikro seperti Maya—jualan tiap hari, promosi nonstop, tapi uang tak pernah tersisa. Bukan karena usahanya salah, tapi karena tidak dikelola dengan benar.
Jadi reseller memang terlihat mudah: tanpa stok, tanpa tempat, cukup modal promosi dan komunikasi. Tapi tetap saja: tanpa pencatatan, tanpa manajemen margin, dan tanpa disiplin finansial, hasilnya bisa nol.
Jangan sampai kamu jadi seperti Maya di bulan pertama: sibuk tapi kosong.
Jadilah Maya di bulan kedua: lebih terukur, lebih untung, dan lebih tenang.
---
Tips Sederhana untuk Reseller Pemula:
1. Selalu catat semua order, sekecil apa pun.
2. Jangan campur uang usaha dan uang pribadi.
3. Hitung semua biaya—bahkan kuota internet.
4. Gunakan margin wajar, jangan banting harga.
5. Jangan kirim tanpa DP.
6. Gunakan spreadsheet sederhana untuk memantau arus kas.
Crated by: mashasan.com
Posting Komentar untuk "Jadi Reseller, Sibuk Tapi Uangnya Nggak Ada"